Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel. Tampilkan semua postingan

27/12/17

Mengenal Wabah Black Death di Eropa

Mengenal Wabah Black Death di Eropa

Sekitar abad ke-14 terjadi suatu wabah penyakit yang dalam catatan sejarah dapat dikatakan sebagai musibah yang mengerikan dalam perjalanan sejarah Eropa. Wabah penyakit tersebut mengakibatkan penurunan populasi manusia di Eropa hingga 1/3 masyarakat Eropa pada waktu itu. Penyakit tersebut adalah "Sampar" yang pada waktu itu dikenal dengan Wabah Black Death. Penyakit sampar mungkin sekarang adalah penyakit yang dinilai tidak berbahaya, namun pada waktu itu dapat menjadi sangat mematikan karena bahan mentah yang menjadi obat penyakit tersebut hanya tumbuh di Timur Dunia yaitu Asia dan Afrika.

Wabah Black Death telah mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan masyarakat eropa, dari mulai banyak kehilangan penduduk dalam waktu relative singkat, hingga kehilangan kepercayaan akan otoritas gereja. Wabah black death tiba di eropa melalui laut pada bulan Oktober 1347, ketika 12 kapal dagang Genoa merapat di pelabuhan Messina Sisilia Italia. Setelah melakukan perjalanan panjang di laut hitam. orang-orang yang berkumpul di dermaga menyambut kapal yang berlabuh dengan kejutan yang mengerikan: Sebagian besar pelaut kapal sudah mati, dan mereka yang masih hidup sakit parah.

Mereka yang sakit ditemukan demam, sulit untuk makan, dan mengigau ketika sakit. Hal yang aneh adalah muncul bisul hitam yang mengelurkan darah dan nanah. Lalu mereka memberi nama Black death dikarenakan  fenomena yang terjadi pada penderita. Otoritas Sisilia buru-buru  memerintahkan armada yang kapal dikeluarkan dari pelabuhan, namun mereka tidak mengetahui bahwasanya penyakit ini bisa menular dengan mudah dan langkah yang mereka lakukan adalah sia-sia. lima tahun kemudian, Wabah   black death telah membunuh lebih dari 20 Juta orang di Eropa, yaitu hampir sepertiga populasi benua tersebut.

Sebelum kapal yang menghebohkan itu ditarik ke pelabuhan Messina, banyak orang eropa telah mendengar rumor tentang "Black death" yang mengukir jalan mematikan di seluruh rute perdagangan  dari Dekat dan Timur Jauh. Pada awalnya 1340-an penyakit itu menyerang China, India, Persia, dan Mesir. Namun, orang-orang Eropa sendiri tidak mempunyai gambaran mengerikan atas wabah black death itu sendiri. "Pada pria dan wanita adalah sama," penyair italia Giovani Boccaccio menulis.

"Pada awal penyakit, terjadi pembengkakan tertentu, baik pada pangkal paha atau dibawah ketiak..menjadi ukuran besar dari apel pada umumnya, pada lainnya berukuran besar kurang lebih seperti telur, dan yang paling nampak adalah adanya wabah bisul pada penderita". Darah dan nanah merembes keluar dari pembengkakan ini, yang diikuti oleh sejumlah gejala demam lainnya, menggigil, muntah, diare, nyeri yang  menyakitkan pada badan, bahkan dalam waktu relatif cepat menimbulkan kematian. "Wabah black death adalah menakutkan, tanpa pandang bulu  menular, menyentuh lewat baju-baju", tulis Boccaccio. Penyakit ini mematikan karena dapat membuat orang yang malah hari sehat, pagi harinya langsung meninggal.

Hari ini, para ilmuwan memahami bahwa black death, yang sekarang dikenal sebagai sampar, disebarkan oleh basil yang disebut Yersinia peptis. Ahli Biologi Prancis Alexandre Yersin menemukan kuman ini pada akhir abad ke-19. Mereka tahu bahwa basil berjalan dari orang ke orang pneumonia, atau melalui udara, serta melalui gigitan kutu yang terinfeksi dan tikus.

Kedua hama ini dapat ditemukan hampir dimana-mana pada zaman Eropa abad pertengahan, khususnya ditemukan pada kapal-kapal yang beragam  jenis.  ini membuat jalan persebaran penyakit tersebut menjadi mudah, dari pelabuhan satu ke pelabuhan lainnya. Tidak lama melanda Sisilia, lalu black death pindah ke pelabuhan Marseilles di Perancis dan pelabuhan Tunisia di Afrika Utara. Kemudian mencapai Roma dan Florence, dua kota pusat jaringan perdagangan. Pada pertengahan 1348, black death telah menyerang Paris, Bordeaux, Lyon dan  London.

Pada pertengahan abad ke-14, tidak ada penjelasan rasional tentang  black death. tidak ada yang tau persis bagaimana penyakit tersebut  menular. Kematian akan segera menghampiri orang sehat yang berdiri didekat orang yang terkena black death. Tidak ada yang tahu bagaimana mengobati dan mencegah wabah tersebut. Dokter pada zaman itu mengandalkan teknik  yang tidak canggih seperti mengeluarkan darah dan menusuk bisul (praktek yang berbahaya dan tidak sehat) praktek dan takhayul seperti membakar herbal aromatik dan mandi di air mawar atau cuka.

Sementara itu dalam situasi kepanikan, orang yang sehat melakukan berbagai macam cara yang mereka bisa lakukan untuk menghindari sakit. Dokter menolak untuk melihat pasien; pendeta menolak untuk melaksanakan upacara terakhir, pemilik toko menutup toko.

Banyak orang melarikan diri dari kota ke pedesaaan, tapi bahkan disana mereka tidak bisa melarikan diri dari penyakit tersebut. Penyakit  tersebut mengenai sapi, domba, kambing, babi dan ayam serta orang-orang disana. Bahkan begitu banyak domba mati bahwa salah satu konsokuensi dari black death kekurangan wol di Eropa. Banyak orang, putus asa untuk menyelamatkan diri, bahkan meninggalkan orang yang mereka cintai dalam keadaan sakit dan sekarat. Boccaccio menulis, "setiap pikiran/orang berusaha untuk mengamankan dirinya sendiri"

Karena pada zaman itu orang-orang tidak memahami tentang biologi penyakit, banyak orang percaya bahwa Black Death adalah semacam hukuman Tuhan-ganjaran dosa-dosa terhadap Tuhan seperti keserakahan, penghujatan, bidah, pencabulan, dan keduniawian. Dengan logika ini, satu-satunya cara untuk mengatasi wabah adalah memenangkan pengampunan Allah.

Beberapa orang percaya bahwa cara untuk melakukan ini adalah untuk membersihkan komunitas mereka dari bidah dan pengacau, misalnya, ribuan orang Yahudi dibantai di 1348 dan 1349 . (Ribuan lainnya melarikan diri ke daerah-daerah yang jarang penduduknya di Eropa Timur, dimana mereka bisa relatif aman dari amuk massa di kota-kota eropa barat).

Wabah black death mulai mereda 1350-an awal, tapi wabah muncul kembali setiap beberapa generasi selama berabad-abad. Sanitasi modern dan kesehatan masyarakat mulai dipraktekan sangat mengurangi dampak dari penyakit tetapi tidak menghilangkan seutuhnya.

Sejarah Singkat Perang Vietnam

Sejarah Singkat Perang Vietnam

Pada kurun waktu antara tahun 1957-1975 terjadi peperangan yang melibatkan seluruh elemen di Vietnam. Perang tersebut dikenal dengan sebutan Perang Vietnam yang merupakan bagian dari Perang Indocina Kedua. Pada Perang Indocina pertama, Vietnam terlibat peperangan dengan Perancis dalam merebut kemerdekaan. Perang ini juga merupakan bagian dari Perang Dingin antara dua kubu ideologi besar, yakni Komunis dan Liberal.

Dua kubu yang saling berperang adalah Republik Vietnam (Vietnam Selatan) dan Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara). Amerika Serikat, Korea Selatan, Thailand, Australia, Selandia Baru dan Filipina (yang bantuan militer oleh Taiwan dan Spanyol) bersekutu dengan Vietnam Selatan, sedangkan Uni Soviet, Tiongkok, Korea Utara, Mongolia dan Kuba mendukung Vietnam Utara yang berideologi komunis.

Latar Belakang

Perang Vietnam dilatarbelakangi dari pembagian Vietnam menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan berdasarkan keputusan Perjanjian Jenewa menjadikan wilayah tersebut menjadi ajang pertempuran hebat.
 “Perjanjian ini mengakibatkan dipisahkan Vietnam menjadi dua zona, zona utara untuk diatur oleh Viet Minh, dan zona selatan untuk diatur oleh Negara Vietnam.”
Ho Chi Minh, tokoh Pergerakan Nasional Vietnam dan tokoh yang berkeinginan supaya Vietnam bersatu, tidak menerima hasil Perjanjian Jenewa. Pembentukan Vietnam Selatan dianggapnya sebagai penghalang tercapainya persatuan seluruh Vietnam. Untuk keperluan menghancurkan Vietnam Selatan, Ho Chi Minh mengirimkan pasukan Viet Minh menyusup ke selatan.

Usaha menghancurkan Vietnam Selatan mendapat bantuan dari negara komunis, Uni Soviet dan Cina. Blok Barat yang mengetahui tindakan kedua negara komunis terhadap Vietnam Utara dan merasa mempunyai kepentingan di Vietnam Selatan juga berusaha mempertahankan wilayah tersebut. Amerika Serikat memerintahkan pasukannya membantu Vietnam Selatan. Dengan demikian, Perang Vietnam merupakan contoh konkret perebutan pengaruh dua negara adidaya.

Jalannya Peperangan

Pasukan gerilya Vietnam Utara menyusup dan berhasil melakukan infiltarsi ke wilayah Vietnam Selatan. Pasuka tersebut membentuk gerakan gerilya komunis di Vietnam bagian selatan yang dikenal dengan Vietkong dan melakukan propaganda terhadap rakyat Vietnam selatan atas ancaman Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya.

Penyamaran pasukan Vietkong menjadi rakyat sipil membuktukan propaganda berhasil, banyak dari pasukan Vietkong dilindungi oleh rakyat Vietnam Selatan. Hal ini mengakibatkan pasukan Amerika Serikat yang bertugas di Vietnam Selatan sulit membedakan antara pasukan komunis dengan rakyat.

Pasukan Vietkong selain bergerilya juga membuat terowongan bawah tanah (jalur tikus) dalam mematahkan perlawanan Amerika Serikat. Ranjau dan jebakan dari bambu runcing juga dipakai untuk mengalahkan Amerika Serikat. Sebaliknya, pasukan Amerika Serikat dengan persenjataan modern membabi buta menyerang pertahanan Vietkong.

Pasukan Amerika Serikat dan Vietnam Selatan berusaha menghancurkan jalur pasukan gerilya Ho Chi Minh dan kubu-kubu pertahanan komunis dengan melakukan pemboman disepanjang jalur gerilya. Jalur yang dilalui Ho Chi Minh adalah jalan-jalan yang dibuat di hutan-hutan sepanjang perbatasan Vietnam Selatan–Laos–Kampuchea yang digunakan pasukan Viet Minh menyusup ke Vietnam Selatan sebelumnya.

Salah satu pertempuran hebat antara pasukan Vietnam Utara dan pasukan Vietnam Selatan yang dibantu Amerika Serikat terjadi pada Tahun Baru Tet 1968 (The Tet Offensive). Penyerbuan pasukan komunis itu dapat dipatahkan, tetapi kedua belah pihak menderita kerugian dalam jumlah yang besar. Menyadari bahwa Perang Vietnam telah berlangsung lama dan memakan korban jiwa yang tidak sedikit, usaha mencapai perdamaian pun digelar pada sekitar tahun 1970.

Upaya Gencatan Senjata

Pemerintah Vietnam Utara, pemerintah Vietnam Selatan, dan pemerintah Amerika Serikat melakukan perundingan di Paris. Pada tahun 1972 pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bahwa Indonesia, Kanada, Polandia, dan Hongaria pada prinsipnya sepakat untuk menjadi pengawas gencatan senjata di Vietnam.

Namun, kesepakatan itu menjadi berantakan karena Viet Minh dan Vietkong secara tiba-tiba pada tanggal 3 April 1972 melakukan serangan besar-besaran dan hampir saja menguasai Saigon, Ibukota Vietnam Selatan. Atas tindakan tersebut, Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon bersikap tegas dan mengeluarkan perintah, antara lain:
Meranjau semua lalu lintas laut yang menuju Vietnam Utara;
Menghancurkan semua jalur komunikasi dan transportasi Vietnam Utara.

Amerika Serikat kemudian melakukan pembersian besar-besaran. Amerikas Serikat meminta seluruh divisi dan kapal tempur pasukan asing untuk keluar dari zona perang Vietnam Utara. Hal ini dilakukan sampai terjadinya itikad dari Vietnam Utara untuk menyetujui gencatan senjata dan membebaskan tawanan perang Amerika Serikat.

Australia dan Filipina yang merupakan sekutu Amerika Serikat jelas mendukung rencana tersebut. Namun, Uni Soviet dan Cina yang merupakan lawan Amerika Serikat sangat menentangnya. Amerika Serikat membatalkan secara sepihak niat melakukan pemboman ke Vietnam Utara karena adanya kemajuan dalam perundingan. Perundingan gencatan senjata yang seharusnya ditandatangani pada tahun 1970, akhirnya baru ditandatangani pada tahun 1973. Meskipun persetujuan damai telah ditandatangani, pada praktiknya masih sering terjadi pelanggaran.

Keadaan dalam negeri Vietnam Selatan sendiri sedang terjadi keretakan. Presiden Nguyen Van Thiew mengundurkan diri dan menunjuk Wakil Presiden Tran Van Huong sebagai penggantinya. Ketika mengundurkan diri Presiden Nguyen Van Thiew mengecam Presiden Amerika Serikat, Nixon karena mendesaknya menandatangani Persetujuan Paris. Padahal itu artinya Vietnam Selatan menyerah pada Vietnam Utara. Selain itu, ia bersedia menandatangani persetujuan itu karena Amerika Serikat berjanji mengirim pesawat pembom B-52 apabila terjadi pelanggaran oleh Vietnam Utara.

Namun, nyatanya Amerika Serikat mengingkari hal itu. Pelanggaran persetujuan damai makin sering terjadi. Komunis pun makin mendekati kemenangan. Pada tanggal 18 April 1975 pasukan pelopor komunis dalam serangannya berhasil mendekati Saigon sampai jarak kurang 5 km. Pasukan komunis terus bergerak maju dan mendekati ibu kota. Rakyat Vietnam Selatan panik dan berebut untuk mengungsi. Sehubungan dengan keadaan itu, sejak tanggal 20 April 1975 Amerika Serikat mengirimkan lima buah kapal induk dari Armada VII untuk mengangkut para pengungsi tersebut.

Pada tanggal 30 April 1975, Presiden baru Vietnam Selatan, Duong Van Minh yang baru dilantik tanggal 28 April 1975 menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Vietkong. Untuk merayakan kemenangan itu, Vietkong mengubah nama Saigon, Ibukota negara Vietnam Selatan menjadi Ho Chi Minh.

Perang ini mengakibatkan eksodus besar-besaran warga Vietnam ke negara lain, terutamanya Amerika Serikat, Australia dan negara-negara Barat lainnya, sehingga di negara-negara tersebut bisa ditemukan komunitas Vietnam yang cukup besar. Setelah berakhirnya perang ini, kedua Vietnam tersebut pun bersatu pada tahun 1976 dan Vietnam menjadi negara komunis.

Akhir Bagi Amerika Serikat

Presiden Amerika Serikat Nixon menarik pasukannya dan meninggalkan perang dalam menghadapi tekanan rakyat dan Kongres Amerika Serikat yang menentang keikutsertaan Amerika Serikat terhadap Perang Vietnam yang dinilai tidak menguntungkan dan cenderung menggerus perekonomian Amerika Serikat.

Akibat Perang Vietnam, Amerika Serikat kehilangan pengaruh terhadap Vietnam,dan merugi secara finansial. Hingga tahun 1975, Washington telah menghabiskan dana yang jika diukur dengan nilai saat ini setara dengan 761 milyar US Dollar. Biaya tak terduga yang muncul di luar ongkos perang bahkan ditaksir mencapai 1,4 tilyun US Dollar.

Lebih dari 1,3 juta orang tewas terbunuh selama perang Vietnam. Amerika sendiri kehilangan sekitar 56.000 serdadu, sementara 156.000 lainnya mengalami luka atau cacat seumur hidup. Namun jumlah tersebut tidak sebanding dengan angka kematian yang disebabkan pengeboman militer AS, yakni hingga 200.000 warga sipil dan militer di Vietnam dan Kamboja.

Akar Permasalahan Konflik Arab-Israel

Akar Permasalahan Konflik Arab-Israel

Konflik Arab-Israel merupakan suatu fenomena modern, yang berujung pangkal pada akhir abad ke-20. Konflik tersebut menjadi menjadi suatu masalah besar internasional dengan lahirnya negara Israel pada tahun 1948. Konflik yang menyebabkan paling tidak lima perang besar dan sejumlah konflik yang lebih kecil, termasuk dua intifada (pembrontakan) Palestina ini semakin kompleks karena diwarnai dengan klaim-klaim keagamaan.

Ketegangan antara orang Yahudi dan Arab mulai muncul setelah dekade 1880-an, ketika imigrasi orang Yahudi Eropa meningkat sejalan dengan perkembangan gerakan Zionisme, sebuah gerakan politik yang menginginkan pendirian sebuah negara Yahudi di tanah leluhurnya.

Imigrasi ini meningkatkan jumlah penduduk Yahudi di Palestina: pada tahun 1880, hanya empat persen dari sekitar 590.000 penduduk Palestina yang berasal dari kaum Yahudi dan menjadi sekitar 85.000 orang pada saat Perang Dunia I pecah. Karena itu, sejak awal imigrasi Yahudi ini ditentang oleh orang-orang Arab, karena dianggap mengancam kekuasaan mereka atas tanah Palestina.

Konflik meningkat ketika Perang Dunia I pecah dan Turki, yang mengusai Palestina, memihak Jerman. Untuk merongrong kekuasaan Ottoman, Inggris menjajikan sebuah negara Arab Raya jika orang Arab bersedia membantu mereka melawan Turki. Namun pada saat yang bersamaa, lewat Deklarasi Balfour, Inggris menjanjikan sebuah "Tanah Air" Yahudi di Palestina jika orang Yahudi bersedia membantu mereka melawan kekuatan Sentral.

Ternyata, Inggris tidak menepati kedua janji itu setelah menang perang. Alih-alih memperoleh sebuah negara Arab Raya, Inggris dan Prancis memecah-belah Timur Tengah di antara mereka, dimana Palestina dijadikan sebuah negara Permandatan.

Untuk menenangkan orang Arab dan menjaga kepentingan nasionalnya, Inggris kemudian mendirikan Kerajaan Transyordan di bawah Dinasti Hashemite yang mencakup 77 persen wilayah Permandatan Palestina serta menolak dominasi orang Yahudi di sisa wilayah Palestina. Akibatnya, timbul konflik segitiga orang Inggris, Arab, dan Yahudi, yang sering kali memakan korban jiwa.

Ketika konflik semakin memanas setelah Perang Dunia II, PBB mengusulkan pembagian wilayah Palestina menjadi dua bagian sebagai upaya untuk memecahkan konflik. Sementara orang Yahudi menerimanya, orang Arab menolaknya. Akibat, ketika negara Israel diproklamasikan setelah kekuasaan Inggris berakhir, pecahlah Perang Arab-Israel Pertama tahun 1948.

Perang berakhir dengan kekalahan Arab dan tetap berdirinya negara Israel. Namun perang tersebut tidak diakhiri dengan suatu perdamaian. Sebaliknya, kedua kubu tetap berhadapan sebagai musuh dan bersiap melanjutkan peperangan babak berikutnya.

Mengenal Perang Yom Kippur 1973

Mengenal Perang Yom Kippur 1973

Perang Yom Kippur, dikenal juga dengan nama Perang Ramadan atau Perang Oktober. adalah perang yang terjadi pada tanggal 6 - 26 Oktober 1973 antara negara Israel yang dikeroyok oleh koalisi negara Arab yang dipimpin oleh Mesir dan Suriah. Perang ini berakhir dengan kekalahan negara-negara Arab.

Pada tanggal 6 Oktober 1973, pada hari perayaan Yom Kippur, Hari Raya Yahudi yang paling besar, ketika orang-orang Israel sedang khusyuk merayakannya, yang juga bertepatan dengan bulan Ramadhan bagi umat Islam sehingga dapat juga dinamakan "Perang Ramadan 1973", Suriah, Libya dan Mesir menyerbu Israel secara tiba-tiba.

Di Dataran Tinggi Golan, garis pertahanan Israel yang hanya berjumlah 180 tank harus berhadapan dengan 1400 tank Suriah. Sedangkan di terusan Suez, kurang dari 500 prajurit Israel berhadapan dengan 80.000 prajurit Mesir.

Persenjataan A.S. membantu Israel dalam pertempuran melawan pasukan Arab dengan persenjataan buatan Soviet, namun Presiden Richard Nixon kemudian menunda bantuan militer darurat selama sepekan, secara diam-diam AS mulai bersimpati terhadap Mesir. Perang Yom Kippur kemudian dimenangkan oleh Israel, meskipun demikian Israel harus menderita kerugian yang besar.

Pada bulan April 1974, PM Israel Gold Meir mengundurkan diri setelah serangkaian kritik bahwa pemerintah kurang persiapan menghadapi pasukan Arab, sehingga mengakibatkan banyak korban jiwa dari orang-orang Israel. PBB kemudian mengelarkan resolusi dan berhasil menghentikan pertempuran ini dengan berlakunya gencatan senjata pada 26 Oktober 1973.

Akibat Perang Yom Kippur, Arab Saudi yang simpati terhadap negara Arab kemudian melakukan embargo minyak bumi kepada AS dan Eropa.